Senin, 09 Januari 2012

Tahu Diri Menurut Adat Minangkabau


KARATAU MADANG DIULU
Babuah babungo balun
Ka rantau dagang daulu
Di rumah baguno balun


Berbagai teori mengemukakan bahwa penduduk kepulauan Nusantara berasal dari dataran Asia Tenggara. Dari teori itu dapat diambil kesimpulan bahwa nenek moyang orang Minangkabau sekarang ini pastilah datang melalui jalan panjang merantau dari daratan Asia Tenggara terus melintasi semenanjung Malaysia dalam masa prasejarah.

Sejak masa prasejarah itu sampai kini, orang-orang Minang tetap mewarisi darah perantau. Mereka tetap doyan menjelajahi seantero Nusantara ini, bahkan ke pelosok mancanegara. Mereka merantau dengan selalu membawa hati yang risau. Merasa diri yang belum berguna. Ka rantau dagang daulu – di rumah baguno balun.

Dari pantun ini tersirat bahwa motivasi orang Minang merantau untuk mencari sesuatu yang masih kurang dalam dirinya, dengan harapan bila kekurangan yang dicarinya itu telah ditemukan akan menjadikannya “orang yang berguna” bagi kampung halamannya.

Dari fakta sejarah dapat dilihat terdapat empat sebab yang mendorong orang Minang merantau. Pertama, untuk mencari kehidupan ekonomi yang lebih baik, dibandingkan dengan penghidupan di kampung halamannya sendiri. Sebelum perang dunia II, banyak orang Minang merantau ke Deli untuk berdagang di wilayah perkebunan Sumatra Timur. Kedua, setelah perang kemerdekaan banyak sekali siswa dan pelajar merantau ke Jawa meneruskan sekolahnya karena belum terdapat sekolah yang setingkat di kampung halamannya sendiri. Ketiga, setelah pemberontakan PRRI / Permesta, banyak pelarian politik dan masyarakat sipil merantau ke Jawa dan ke luar Sumatra menyelamatkan diri dan mencari hidup di luar Sumatra Barat. Keempat, mereka yang tidak disukai dan tidak disenangi di kampung halaman sendiri karena perbuatan mereka yang tercela, terpaksa meninggalkan negerinya untuk merantau ke luar daerah Sumatra Barat.

Ringkasnya tujuan merantau orang Minang adalah untuk mencari hidup, mencari ilmu, mencari tempat yang aman dan nyaman dari huruhara politik, atau melarikan diri dari lingkungannya sendiri karena perangainya buruk.

Buya Hamka sebagai seorang perantau Minang, melukiskan tujuan dan kesedihannya merantau dalam bukunya “Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi” sbb:

Aduh Minang
Kalau tidak dirumput sarut
Tidaklah pandai berderai
Kalau tidak disarit hidup
Tidaklah kita bercerai


Kami sendiri menganjurkan pada remaja Minang supaya merantau. Tinggalkan kampung halaman, namun jangan lupa Alam Minangkabau, Ranah Minang, Tanah Pusaka Abadi orang-orang Minang.

Tabang kanari jadikan kasau
Tanaklah nasi dalam taraju
Kambang nagari carilah rantau
Nak sanang hati anak jo cucu


Adat Minangkabau memberikan bekal hidup di rantau bagi segenap perantau Minang seperti disebut dalam pepatah:

Di mano bumi dipijak
Di situ langik dijunjuang
Di sinan rantiang dipatah
Adat di situ nan dipakai

Di kandang kambiang mangembek
Di kandang kabau manguak
Di kandang jawi malanguah
Namun tak usah menjadi jawi


Pepatah di atas mengajarkan kepada para perantau Minang untuk pandai-pandai menempatkan diri dan menyesuiakan diri dalam lingkungan baru di perantauan. Namun dengan tegas pepatah itu mengingatkan pula, supaya perantau Minang harus tegar mempertahankan identitas keminangannya. Adat Minang adalah adat yang bersandi syarak – syarak bersandi Kitabullah. Penyesuain diri dengan lingkungan di rantau tidak berarti melebur identitas diri sebagai Minang. Kalau diajak minum tuak, tolaklah dengan halus dan tegas. Maaf, saya orang Minang-saya orang Islam. Kalau diajak berdansa dansi: Sorry I can’t dance. Odori-nai, sumimasen.

Dengan cara begini tidak akan dikucilkan dari pergaulan di rantau, malah akan dihargai karena kita tetap menjunjung tinggi ajaran adat dan agama. Percayalah. Di kandang jawi memang kita harus melenguh, namun jangan sekali-kali mau menjadi jawi. Di kandang kerbau kita memang harus menguak, tapi jangan sekali kali mau menjadi kerbau.

Manyauak di ilia-ilia
Mengecek di bawah-bawah
Kok duduak di nan randah


Apa artinya? Pepatah di atas berarti bahwa sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka sebagai kelompok pendatang yang minoritas harus tahu diri dan harus pandai menempatkan diri.

Manyauak di ilia-ilia tidak berarti kita harus merasa rendah diri, tetapi justru kita harus menunjukkan bahwa kita adalah orang yang tahu diri sebagai pendatang di kampung orang.

Apakah kita sebagai pendatang akan selalu manyauak di ilia-ilia (menyauk air di hilir-hilir), sangat tergantung pada perkembangan selanjutnya.

Bila dalam waktu singkat kita dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bila bisa menjadi manusia teladan dan tokoh masyarakat di lingkungan baru itu, maka tidak jarang orang Minang menjadi imam mesjid, ketua ormas, pemuka masyarakat bahkan tidak mustahil orang Minang bisa menjadi anggota DPRD wilayah di luar Sumatra Barat.

Pada saat itu ia sudah duduk sama rendah, tegak sama tinggi di lingkungan baru itu. Mungkin sekali dia tidak perlu lagi manyauak di ilia-ilia tapi malah sangat mungkin disauak-an di ulu-ulu didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu di lingkungan yang baru itu.

Sifat rendah hati sama sekali berbeda dengan sifat rendah diri dalam arti kata “inferior”. Rendah hati sifatnya perpuji, sedangkan rendah diri jelas penyakit yang perlu dihindari (inferiority complex) yang sangat merugikan pribadi kita sendiri.

Pesan bagi remaja Minang yang kurang paham bahasa Minang arti pepatah di atas dalam bahasa Indonesia sbb:

Di mana bumi dipijak
Di situ langit dijunjung
Di situ ranting dipatah
Adat di situ yang dipakai

Di kandang kambing mengembek
Di kandang kerbau menguak
Di kandang sapi melenguh
Namun tak usah menjadi sapi

Menyauk aia di hilir sungai
Berbicara bersahaja
Kalau duduk di tempat yang rendah


Dengan tingkah laku semacam itu, diharapkan orang akan senang menerima kehadiran kita di tengah-tengah lingkungan masyarakat mereka. Kita akan diperlukan sebagai dunsanak mereka. Mereka akan membawa kita sehilir-semudik dalam pergaulan. Berat akan sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar