Minggu, 08 Januari 2012

Pertumbuhan Penduduk


Mengingat begitu dra­matis­nya pertambahan pen­duduk Indonesia se­dang­kan ketahanan pangan pe­r­tum­buhannya me­rosot kebelakang.
Pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 4 juta jiwa lebih pertahunnya, hampir sama dengan jumlah penduduk Singapura. Pertumbuhan pen­duduk yang pesat itu sangat mengkuatirkan pada tingkat kesejahteraan, secara langsung akan ikut memperbanyak angka pengangguran. Di Indo­nesia, pertahunnya tidak kurang 10 juta jiwa usia angkatan kerjanya menganggur. Dari 31% penduduk Indonesia yang miskin, penyumbang terbesar kemiskinan itu adalah pe­ngangguran.
Masalah pengangguran terjadi di banyak negara, khususnya negara miskin dan berkembang, tentu saja termasuk Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan kesempatan kerja merupakan faktor dominan terjadinya pengangguran disamping karena faktor yang lain diantaranya : rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya investasi, kemalasan manusia, melemahnya kepercayaan pihak luar negeri dll. Tingginya pengangguran sebagai tolak ukur rendahnya produksi dan berakibat pada minimnya jumlah barang, bahkan terjadi kelangkaan produk yang dibutuhkan masyarakat, tentu saja hal ini akan berdampak pada naiknya harga barang pada umumnya yang kita kenal dengan inflasi. Negara manapun di dunia ini akan berusaha menstabilkan perekonomiannya dengan upaya utamanya melalui pengendalian laju inflasi.
Semestinya, lonjakan pen­duduk harus diiringi dengan ketersediaan peningkatan ku­lai­tas manusia seperti ter­sedianya pendidikan, kesehatan migas dan pangan yang cukup. Ketimpangan antara sarana pendukung peningkatan kua­litas hidup manusia itu dengan pertumbuhan penduduk akan berdampak terhadap ketidak berkualitasan manusia. Hal ini, sedang terjadi di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tak terkendalikan dan sarana pendukung kualitas hidup yang tak terbenahi, ternyata telah terbukti kepada rendahnya kualitas hidup orang Indonesia.
Saat ini, kualitas hidup orang Indonesia berada pada level 124 dari 187 negara yang disurvei. Di Asean kualitas hidup orang Indonesia berada di bawah Singapur, Malaysia, Brunei, Thailand dan Filippina. Sebuah potret kualitas yang mengkuatirkan dalam meng­hadapi masa depan. Jika hal ini, dibiarkan tentu ini menjadi polemik yang kursial oleh bangsa ini untuk bersaing dengan negara-negara te­tang­ganya.
Di samping itu, ia juga akan menjadi beban bagi bangsa karena bangsa ini tidak dikelola oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Kekuatiran besar jika hal ini dibiarkan, bangsa ini akan kehilangan modal sosial, modal fiskal dan budaya untuk  pengelolaan negara dan bangsa. Tidak hayal, tantangan terbesar kedepan adalah bukan kolonial yang menjajah tetapi rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Oleh sebab itu, bangsa ini perlu membangun kembali model-model pengendalian angka kelahiran, untuk me­ngawasi lonjakan pendudukan yang takterkendali itu, kalau tidak, ada kekuatiran besar bangsa yang berpenduduk 240 juta jiwa ini akan mengalami krisis kualitas hidup.
Apalagi dengan kondisi saat sekarang, dimana lonjakan itu semakin nampak jelas tidak berimbang dengan ketersediaan pangan yang cukup di negara ini. Di mana bangsa yang terkenal subur dan makmur ini, tidak mempersiapkan diri untuk membangun ketahanan pangannya dalam menghadapi pertumbuhan penduduk yang cepat itu.
Krisis pangan sedang meng­hantui bangsa, ancaman ter­hdap kegagalan-kegagalan sektor pertanian begitu dramatis, mulai dari anomali cuaca yang menggalkan panen sampai pada terjadi alihguna lahan pertanian yang begitu dahsyat serta tak adanya minat bagi generasi muda bangsa ini untuk menge­lola pertanian secara pro­fesional. Aspek-aspek tersebut, telah menyeret sektor pertanian di Indonesia tidak berkelayakan dalam membangun ke­ter­se­diaan pangan yang cukup.
Anomali cuaca misalnya, ternyata faktor yang sangat besar mempengaruhi krisi pangan di negara ini, ditambah lagi bencana alam yang terjadi di mana-mana menggagalkan panen tentu semakin mem­perparah kelangkaan pangan di negara ini. Di samping itu, alih guna lahan pertanian yang tidak terkontrol telah mem­perkecil lahan pertanian. Pengaliggunaan lahan pertanian itu sedang terjadi dimana-mana. Lahan pertanian berganti de­ngan lahan industri-industri, perumahaan, pasar dan se­bagainya. Tanpa sadar, hal itu telah berpengaruh pula ter­hadap pola kehidupan masya­rakat, dari pola pertanian menjadi pola modern ping­giran. Modern pinggiran, yang mudah terkontaminasi oleh kepentingan dan gaya hidup hedonis. Setidaknya terlihat dari pola makannya yang berubah dengan cepat menjadi siap saji dan instanisasi.
Lebih tragis lagi dialami oleh dunia pertanian adalah, mengecilnya semangat anak muda untuk terjun mengelola pertanian secara profesional. Hal ini terlihat dari rendahnya minat generasi muda memilih fakultas pertanian sebagai tempat menimba ilmu penge­tahuan, sering terjadi setiap tahunnya tidak terpenuhinya kuota yang disediakan oleh fakultas-fakultas pertanian oleh calon mahasiswa. Oleh sebab itu, kita kehilangan anak-anak muda yang inovatif dalam membangun pertanian. Bangsa kita akan kehilangan pula, ilmuan-ilmuan yang mampu mengembangkan varietas-varietas benih unggul untuk menjawab tantantan pangan kita dimasa yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar