Mengingat begitu dramatisnya pertambahan penduduk Indonesia sedangkan ketahanan pangan pertumbuhannya merosot kebelakang.
Pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 4 juta jiwa lebih pertahunnya, hampir sama dengan jumlah penduduk Singapura. Pertumbuhan penduduk yang pesat itu sangat mengkuatirkan pada tingkat kesejahteraan, secara langsung akan ikut memperbanyak angka pengangguran. Di Indonesia, pertahunnya tidak kurang 10 juta jiwa usia angkatan kerjanya menganggur. Dari 31% penduduk Indonesia yang miskin, penyumbang terbesar kemiskinan itu adalah pengangguran.
Masalah pengangguran terjadi di banyak negara, khususnya negara miskin dan berkembang, tentu saja termasuk Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan kesempatan kerja merupakan faktor dominan terjadinya pengangguran disamping karena faktor yang lain diantaranya : rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya investasi, kemalasan manusia, melemahnya kepercayaan pihak luar negeri dll. Tingginya pengangguran sebagai tolak ukur rendahnya produksi dan berakibat pada minimnya jumlah barang, bahkan terjadi kelangkaan produk yang dibutuhkan masyarakat, tentu saja hal ini akan berdampak pada naiknya harga barang pada umumnya yang kita kenal dengan inflasi. Negara manapun di dunia ini akan berusaha menstabilkan perekonomiannya dengan upaya utamanya melalui pengendalian laju inflasi.
Semestinya, lonjakan penduduk harus diiringi dengan ketersediaan peningkatan kulaitas manusia seperti tersedianya pendidikan, kesehatan migas dan pangan yang cukup. Ketimpangan antara sarana pendukung peningkatan kualitas hidup manusia itu dengan pertumbuhan penduduk akan berdampak terhadap ketidak berkualitasan manusia. Hal ini, sedang terjadi di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tak terkendalikan dan sarana pendukung kualitas hidup yang tak terbenahi, ternyata telah terbukti kepada rendahnya kualitas hidup orang Indonesia.
Saat ini, kualitas hidup orang Indonesia berada pada level 124 dari 187 negara yang disurvei. Di Asean kualitas hidup orang Indonesia berada di bawah Singapur, Malaysia, Brunei, Thailand dan Filippina. Sebuah potret kualitas yang mengkuatirkan dalam menghadapi masa depan. Jika hal ini, dibiarkan tentu ini menjadi polemik yang kursial oleh bangsa ini untuk bersaing dengan negara-negara tetangganya.
Di samping itu, ia juga akan menjadi beban bagi bangsa karena bangsa ini tidak dikelola oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Kekuatiran besar jika hal ini dibiarkan, bangsa ini akan kehilangan modal sosial, modal fiskal dan budaya untuk pengelolaan negara dan bangsa. Tidak hayal, tantangan terbesar kedepan adalah bukan kolonial yang menjajah tetapi rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Oleh sebab itu, bangsa ini perlu membangun kembali model-model pengendalian angka kelahiran, untuk mengawasi lonjakan pendudukan yang takterkendali itu, kalau tidak, ada kekuatiran besar bangsa yang berpenduduk 240 juta jiwa ini akan mengalami krisis kualitas hidup.
Apalagi dengan kondisi saat sekarang, dimana lonjakan itu semakin nampak jelas tidak berimbang dengan ketersediaan pangan yang cukup di negara ini. Di mana bangsa yang terkenal subur dan makmur ini, tidak mempersiapkan diri untuk membangun ketahanan pangannya dalam menghadapi pertumbuhan penduduk yang cepat itu.
Krisis pangan sedang menghantui bangsa, ancaman terhdap kegagalan-kegagalan sektor pertanian begitu dramatis, mulai dari anomali cuaca yang menggalkan panen sampai pada terjadi alihguna lahan pertanian yang begitu dahsyat serta tak adanya minat bagi generasi muda bangsa ini untuk mengelola pertanian secara profesional. Aspek-aspek tersebut, telah menyeret sektor pertanian di Indonesia tidak berkelayakan dalam membangun ketersediaan pangan yang cukup.
Anomali cuaca misalnya, ternyata faktor yang sangat besar mempengaruhi krisi pangan di negara ini, ditambah lagi bencana alam yang terjadi di mana-mana menggagalkan panen tentu semakin memperparah kelangkaan pangan di negara ini. Di samping itu, alih guna lahan pertanian yang tidak terkontrol telah memperkecil lahan pertanian. Pengaliggunaan lahan pertanian itu sedang terjadi dimana-mana. Lahan pertanian berganti dengan lahan industri-industri, perumahaan, pasar dan sebagainya. Tanpa sadar, hal itu telah berpengaruh pula terhadap pola kehidupan masyarakat, dari pola pertanian menjadi pola modern pinggiran. Modern pinggiran, yang mudah terkontaminasi oleh kepentingan dan gaya hidup hedonis. Setidaknya terlihat dari pola makannya yang berubah dengan cepat menjadi siap saji dan instanisasi.
Lebih tragis lagi dialami oleh dunia pertanian adalah, mengecilnya semangat anak muda untuk terjun mengelola pertanian secara profesional. Hal ini terlihat dari rendahnya minat generasi muda memilih fakultas pertanian sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan, sering terjadi setiap tahunnya tidak terpenuhinya kuota yang disediakan oleh fakultas-fakultas pertanian oleh calon mahasiswa. Oleh sebab itu, kita kehilangan anak-anak muda yang inovatif dalam membangun pertanian. Bangsa kita akan kehilangan pula, ilmuan-ilmuan yang mampu mengembangkan varietas-varietas benih unggul untuk menjawab tantantan pangan kita dimasa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar